Keterangan Photo : Hot Pierre Andreas Situmeang, S.H.Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
TURANGNEWS.COM-Mengutip Narasi yang disampaikan oleh Hot Pierre Andreas Situmeang, S.H, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam narasi publiknya menjelaskan, korupsi sering kali hanya dimaknai sebagai kejahatan yang merugikan keuangan negara. Sentra hukum pidana mendominasi wacana, dengan fokus pada kerugian materiil, unsur melawan hukum, dan hukuman penjara. Namun, ada dimensi yang lebih dalam dan lebih keji yang sering terabaikan: setiap tindakan korupsi oleh pejabat pemerintah adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sistematis dan terstruktur.
Selama ini, pemberitaan korupsi kerap terjebak dalam narasi angka kerugian negara dan drama persidangan. Namun, ada cerita yang lebih mengerikan di balik semua angka itu: korupsi adalah mesin pembunuh HAM berkedok setelan dinas dan dasi. Berdasarkan analisis data dan kajian hukum mendalam, terungkap fakta mencengangkan: setiap rupiah yang dikorupsi pejabat publik sama dengan mencabut nyawa, merampas masa depan anak-anak, dan menghancurkan lingkungan hidup.
Sudah saatnya kita menggeser paradigma. Korupsi bukan sekadar masalah uang negara yang hilang, melainkan sebuah kejahatan yang secara langsung mencabut hak-hak dasar warga negara. Dana yang dikorupsi adalah darah yang seharusnya mengalir ke pembangunan infrastruktur dasar, layanan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial. Ketika dana itu diselewengkan, negara secara tidak langsung—dan terkadang langsung—melanggar kewajibannya untuk memenuhi, melindungi, dan memajukan HAM warganya.
Korupsi sebagai Pelanggaran HAM Ekosob (Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).
Mari kita lihat dengan kacamata HAM. Hak atas kesehatan (Pasal 28H Ayat 1 UUD 1945) dilanggar ketika dana untuk puskesmas, obat-obatan, atau alat kesehatan dikorupsi. Akibatnya, masyarakat, khususnya dari kelompok rentan, kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Angka kematian ibu dan bayi bisa meningkat karena fasilitas yang tidak memadai. Data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2020-2023 mengungkap potensi kerugian negara sebesar Rp 17,8 triliun di sektor kesehatan. Yang membuat miris, sekitar Rp 6,89 triliun di antaranya berasal dari program penanganan pandemi COVID-19.
Dampaknya nyawa manusia :
· Kementerian Kesehatan mencatat Angka Kematian Ibu (AKI) masih 189 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2022).
· Studi The Lancet membuktikan korupsi di sektor kesehatan menyebabkan 140.000 kematian anak tambahan per tahun secara global.
· 47% puskesmas di Indonesia masih kekurangan tenaga kesehatan (Data Kemenkes, 2023).
"Ketika dana pengadaan ambulans dikorupsi, ibu hamil di daerah terpencil terpaksa melahirkan di atas sepeda motor. Ini jelas pelanggaran HAM berat," tegas Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Guru Besar Hukum Pidana UI.
Hak atas pendidikan (Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945) menjadi mimpi belaka ketika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau pembangunan sekolah dikorupsi. Kualitas pendidikan merosot, gedung sekolah tidak layak, dan akses pendidikan bagi anak-anak tidak mampu terhambat. Korupsi telah merampas masa depan suatu generasi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat dalam 5 tahun terakhir (2019-2023), sektor pendidikan mengalami 436 kasus korupsi dengan total kerugian negara Rp 1,36 triliun.
Fakta yang memilukan :
· 65.345 ruang kelas SD dan 38.543 ruang kelas SMP dalam kondisi rusak (Kemendikbudristek, 2022)
· Angka putus sekolah SD mencapai 0,39% atau 205.000 anak (BPS, 2023)
· Hanya 48% sekolah yang memiliki perpustakaan layak (Kemendikbudristek).
"Data ini menunjukkan korupsi tidak hanya mencuri uang, tapi merampok masa depan generasi bangsa," ungkap peneliti ICW, Wana Alamsyah.
Hak atas pekerjaan dan hidup yang layak (Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945) juga menjadi korban. Korupsi di sektor infrastruktur, seperti proyek jalan atau jembatan, menghasilkan pembangunan yang asal-asalan. Ini tidak hanya membahayakan keselamatan publik tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, mengurangi lapangan kerja, dan mempertahankan kemiskinan.
Korupsi Melemahkan Institusi dan Melanggar Hak Sipil.
Dampak korupsi tidak berhenti pada HAM ekosob. Tindakan ini juga melanggar hak-hak sipil dan politik. Korupsi yang merajalela mengikis kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dan peradilan. Ketika sistem peradilan bisa dibeli, maka hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum (Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945) menjadi ilusi. Rasa keadilan sosial pun runtuh.
Lebih jauh, korupsi membajak proses demokrasi. Dana korupsi dapat digunakan untuk membiayai politik uang dalam pemilihan umum, yang merusak hak warga negara untuk memilih dan dipilih dalam pemilu yang jujur dan adil. Kebijakan publik tidak lagi lahir untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk melayani kepentingan para koruptor dan kroninya.
Mendesak Pendekatan HAM dalam Pemberantasan Korupsi.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya perlu mengintegrasikan perspektif HAM dalam penyelidikan dan penuntutan. Dalam setiap berkas perkara korupsi, selain menghitung kerugian finansial, jaksa harus juga merinci dampak korupsi tersebut terhadap pemenuhan HAM masyarakat. Misalnya, dalam kasus korupsi dana bansos, dakwaan harus menjelaskan bagaimana tindakan terdakwa telah mencabut hak atas jaminan sosial bagi ribuan keluarga miskin.
Kedua, hakim harus berani menjadikan "dampak terhadap HAM" sebagai pertimbangan memberatkan dalam menjatuhkan pidana. Koruptor yang menyebabkan terganggunya layanan kesehatan dasar atau pendidikan publik layak mendapatkan hukuman yang lebih berat, karena perbuatannya tidak hanya merugikan negara tetapi juga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa.
Ketiga, masyarakat sipil dan media massa harus terus-menerus membingkai ulang korupsi sebagai pelanggaran HAM. Dengan demikian, tekanan publik tidak hanya menuntut pengembalian uang negara, tetapi juga pemulihan hak-hak warga negara yang terampas.
Kesimpulan.
Korupsi adalah musuh utama demokrasi dan HAM. Ia adalah kanker yang menggerogoti cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan memandang korupsi sebagai pelanggaran HAM, kita tidak lagi sekadar memenjarakan para koruptor, tetapi kita sedang memperjuangkan hak seorang anak untuk bersekolah, hak seorang ibu untuk melahirkan dengan selamat, dan hak setiap warga negara untuk hidup dalam lingkungan yang berkeadilan. Melawan korupsi berarti membela HAM, dan sebaliknya. Sudah waktunya kita menggeser paradigma: korupsi bukan sekadar masalah uang, tapi masalah nyawa. Koruptor bukan hanya pencuri, tapi pelaku kejahatan kemanusiaan. Masyarakat harus bersatu menuntut: Hukuman berat bagi koruptor dan reparasi bagi korban! Masa depan Indonesia tergantung pada komitmen kita memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Sudah waktunya kita menyatakan dengan lantang: "Koruptor adalah Pelanggar HAM." (RED).