Dalam orasinya ribuan massa menyerukan agar Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, keluar dari kantornya untuk menemui mereka. Dengan lantang terdengar suara menyebut dan memanggil Gubernur Sumatera Utara dengan kalimat, "“Bobby keluar !!" menggema di halaman kantor Gubernur.
Massa menuding aktivitas TPL diduga telah merusak lingkungan hidup, menyebabkan kerusakan hutan dan longsor di sejumlah kawasan, seperti Simalungun, Toba, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan.
Sekber juga menyoroti dugaan keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan, sementara masyarakat yang menolak keberadaan TPL justru mengalami kekerasan dan pelanggaran HAM dari oknum yang disebut “centeng” perusahaan.
“Apa yang kami suarakan ini bukan sekadar tentang izin perusahaan, tapi tentang kehidupan masyarakat dan kelestarian alam yang terus dirusak,” ujar Sekretaris Sekber, Pdt JP Robinsar Siregar, dalam orasinya.
Sekber juga menilai pernyataan Gubernur Bobby Nasution pada 13 Oktober 2025 lalu, yang menyebut kegiatan TPL memiliki “alas hak sah dan tidak boleh dihalangi”, menunjukkan keberpihakan terhadap korporasi.
“Gubernur seharusnya berpihak pada rakyat, bukan pada izin formal perusahaan. Ketika rakyat menderita dan alam rusak, negara wajib berpihak pada keadilan ekologis,” tegas Robinsar.
Dalam aksi damai tersebut, massa menyampaikan empat tuntutan utaman diantaranya :
- Mendesak Gubernur Sumut menyatakan kepedulian terhadap korban kriminalisasi dan kerusakan alam akibat aktivitas PT TPL.
- Mendesak Gubernur hadir langsung di tengah masyarakat korban konflik agraria.
- Mendesak Gubernur Sumut menyurati Presiden RI untuk mencabut izin operasional PT TPL.
- Mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menutup PT TPL secara permanen.
Termonitor dilokasi, ribuan massa yang melakukan aksinnya berjalan dengan tertib dibawah kepengasan Personil Polresta Medan dan Polda Sumut. (AHY).

