ROKAN HILIR-TURANGNEWS.COM-Yayasan Dewan Pimpinan Pusat Komisi Pengawasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi (DPP KPK TIPIKOR), secara resmi menyoroti dan mendukung upaya para karyawan PT TORGANDA yang berdomisili dan bekerja di wilayah Kecamatan Tanjung Medan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Yang menuntut penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mekanisme Bipartit dan Tripartit.
Dukungan tersebut disampaikan langsung oleh Arjuna Sitepu, C.PAR selaku Wakil Ketua Bidang Intelijen dan Investigasi DPP KPK TIPIKOR, saat menanggapi aduan para karyawan tetap yang merasa dirugikan akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dan pengusiran dari rumah dinas, Sabtu (22/11/2025).
TUNTUTAN BIPARTIT & DUKUNGAN TRIPARTIT.
Arjuna Sitepu menegaskan pentingnya perusahaan mematuhi mekanisme penyelesaian perselisihan sesuai regulasi. “Bipartit, sebagaimana diamanatkan Pasal 3 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, adalah langkah pertama yang wajib ditempuh. Ini merupakan upaya penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat antara pekerja dan pengusaha,” tegas Sitepu. “Apabila bipartit gagal, maka Tripartit dengan melibatkan pemerintah sebagai mediator harus dijalankan untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan," sebutnya.
Dukungan diberikan menyusul surat permohonan Bipartit yang disampaikan para karyawan kepada manajemen PT TORGANDA pada 20 November 2025. Surat tersebut dilatarbelakangi oleh perintah pengosongan rumah barak (rumah dinas) perusahaan yang telah mereka tempati bertahun-tahun selama menjadi karyawan tetap, yang diduga kuat berkaitan dengan rencana PHK sepihak.
KRONOLOGI & DALIH PHK YANG DIGUGAT.
Adapun para karyawan yang secara resmi menyampaikan aduanya ke DPP KPK TIPIKOR diantaranya, Sandi Gulo (Muat TBS KT IX), Yobedi Bulolo (Langsar TBS KT IV), Sahat Parulian Simanjuntak (Muat TBS), dan Shokizatulo Gulo (Jaga Jangset), yang menyatakan bahwa mereka dinyatakan PHK sepihak oleh PT TORGANDA melalui tiga surat, yaitu:
1. Surat Nomor: TG.11/Rhs/1049/X/2025.
2. Surat Nomor : TG.KPD/UnitKT/PB.1/288/P/X/2025.
3. Surat Nomor: TG-KPD/Unit-KT/PB.1/854/P/XI/2025.
Alasan perusahaan menyatakan mereka "mangkir kedisiplinan". Namun, dalam gugatannya, para karyawan menilai PHK ini tidak dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga mereka menuntut pemberian seluruh hak-hak normatif yang belum diselesaikan.
SANGSI BAGI PELANGGAR & LANDASAN HUKUM TERKINI
Sitepu juga menekankan perlunya sanksi tegas bagi pengusaha yang melanggar. Ia mengingatkan seluruh pihak, baik pengusaha maupun pekerja, untuk memahami perkembangan regulasi terbaru.
“Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang,” ujar Sitepu. UU ini merevisi banyak ketentuan, termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Lebih lanjut, Sitepu mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2024 telah memerintahkan pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dan pemisahan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja. Namun, sebelum UU baru itu terbentuk, ketentuan dalam UU Cipta Kerja beserta seluruh peraturan turunannya masih berlaku dan wajib dipatuhi.
OUTSOURCING & HAK NORMATIF.
Terkait isu outsourcing, Sitepu menambahkan, pihak perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (outsourcing) juga diharapkan dapat memenuhi hak-hak normatif karyawannya. Hal ini diatur dalam Pasal 66 ayat (2) UU 13/2003 yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja, yang menyatakan bahwa hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja.
“Tidak boleh ada ketimpangan dalam pemenuhan hak, baik terkait Upah Minimum Kabupaten (UMK) Rokan Hilir maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau,” tegasnya. Ketentuan mengenai upah minimum ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
TUNTUTAN INTI KARYAWAN :
1. Pencabutan PHK Sepihak: PHK yang didalihkan karena "mangkir kedisiplinan" dinilai tidak prosedural.
2. Pemenuhan Hak Normatif: Pembayaran pesangon, penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau kompensasi lainnya yang diatur dalam Pasal 156 ayat (2) dan (4) UU 13/2003.
3. Pelaksanaan Bipartit: Perusahaan didesak segera menindaklanjuti surat permohonan bipartit untuk menyelesaikan perselisihan secara kekeluargaan, sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2004.
Dengan intervensi dari lembaga pengawas seperti DPP KPK TIPIKOR, kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. Semua pihak kini menunggu respons tegas dan baik dari PT TORGANDA untuk segera duduk dalam meja perundingan. (RESMON)






